MAKALAH BIOTEKNOLOGI
“Peran Pseudomonas sp. Dalam Bioteknologi
Bioremediasi Limbah Plastik dan Styrofoam”
Mata Kuliah :
Bioteknologi
Dosen Pengampu : Ina
Rosdiana Lesmanawati, M.Si
Disusun
Oleh :
AENUL FAHMI KHALIK (14121610738)
BIOLOGI C/ VI
TADRIS IPA-BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
PEMBAHASAN
A.
Bioteknologi dan
Bioremediasi
Bioremediasi
merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut,
sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus,
biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun
terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. (Aguskrisnoblog. 2012).
Ada dua jenis
bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan
on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara
pada bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah
yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih
terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba.
Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu meremediasi jenis
kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol
dibanding dengan bioremediasi in-situ (anonymous. 2012).
B.
Teknik
bioremediasi
Menciptakan
lingkungan yang terkontrol untuk memproduksi enzim yang sesuai bagi reaksi
terkatalisis yang diinginkan. Kebutuhan dasar dari proses biologis yaitu :
1. Kehadiran
mikroorganisme dengan kemampuan untuk men-degradasi senyawa target.
2. Keberadaan
substrat yang dikenali dan dapat digunakan sebagai sumber energi dan karbon.
3. Adanya
pengumpanan yang menyebabkan terjadinya sintesa spesifik untuk senyawa target.
4. Keberadaan
sistem penerima donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi
lingkungan yang sesuai untuk reaksi terkatalisis enzim dengan kelembaban dan pH
yang mendukung.
6. Ketersediaan
nutrien untuk mendukung pertumbuhan sel mikroba dan produksi enzim.
7. Suhu
yang mendukung aktivitas mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan
bahan atau substansi beracun terhadap mikroorganisme tersebut.
9. Kehadiran
organisme untuk mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran
organisme untuk mencegah timbulnya racun antara.
11. Kondisi
lingkungan yang meminimumkan organisme kompetitif bagi mikroorganisme
pendegradasi.
Tanpa adanya enzim yang mengkatalis
reaksi degradasi, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan lama. Enzim
mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu
energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Tanpa adanya mikroba, proses penguraian di
lingkungan tidak akan berlangsung. Kotoran, sampah, hewan, dan tumbuhan yang
mati akan menutupi permukaan bumi, suatu kondisi yang tidak akan pernah kita
harapkan. Sebagai akibatnya, siklus nutrisi atau rantai makanan akan terputus.
Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti
berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya,
terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses yang sama
(Cerniglia, C.E. and Sutherland, J.B. 2001).
Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau
pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan
aman bagi lingkungan. Bioremediasi adalah proses pembersihan pence-maran tanah
dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bio-remediasi bertujuan
untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Limbah adalah bahan sisa pada
suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Limbah dapat dibedakan berda-sarkan
nilai ekonomisnya dapat digolongkan dalam 2 golongan,yaitu: 1. Limbah yang
memiliki nilai ekonomis limbah yang dengan proses lebih lanjut/diolah dapat
memberikan nilai tambah. 2. Limbah non
ekonomis limbah yang tidak akan memberikan nilai tambah walaupun sudah diolah,
pengolahan limbah ini sifatnya untuk memper-mudah sistem pembuangan.
Ber-dasarkan sifatnya limbah dapat dibedakan menjadi : 1. Limbah padat adalah
hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari
sisa kegiatan dan atau proses pengolahan. Limbah padat dibagi 2, yaitu: a.Dapat
didegradasi, contohnya sampah bahan organik, dan onggok. b.Tidak dapat
di-degradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan logam. 2. Limbah Cair
adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. 3. Limbah
gas/asap adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud gas /
asap (Anonymous. 2010).
C. Plastik dan
Styrofoam
Plastik adalah
bahan yang paling banyak digunakan pada jaman modern ini. Plastik sifatnya
praktis, bersih, dan dapat dibentuk menjadi berbagai barang yang amat berguna dan
memudahkan keseharian kita.
Walaupun
begitu plastik adalah limbah yang disebut-sebut tak dapat terurai, tak ramah
lingkungan, dan merupakan limbah paling berbahaya dan merepotkan yang menjadi
masalah utama penanganan limbah dunia. Meskipun bisa terurai, plastik
membutuhkan waktu hingga ribuan tahun untuk dapat terurai. Inilah yang
menyebabkan masyarakat dari kalangan awam hingga para ilmuwan menganggap
plastik sebagai limbah yang tak dapat terurai (Anonim, 2010).
Plastik terdiri
atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil
klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain
penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak
(oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan,
(b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan
plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls
(PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan
walaupun dalam kon-sentrasi rendah. Untuk dapat me-rombak plastik, mikroba
harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan
mikroba harus mampu mengguna-kan komponen di dalam atau pada lapisan plastik
sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti
adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah
digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk
nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya
rentang meningkat dan daya ulur berkurang (Anonim. 2009).
Plastik merupakan hidrokar-bon yang
hampir keseluruhan rantainya tersusun atas atom hidrogen dan karbon. Polimer
ini di-disain untuk menghambat keluar masuknya oksigen, sehingga produk ataupun
makanan yang tersimpan di dalamnya terawetkan dari proses biodegradasi alami
atau pembusuk-kan. Untuk itulah plastik dibuat sedemikian agar tidak mampu
di-tembus sehingga dibutuhkan ratusan tahun untuk mikroba mampu menguraikannya
menjadi biogas dan biomassa (Koswara, 2006; Adam dan Clark, 2009).
Styrofoam atau
plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Bahan dasar Styrofoam adalah
polisterin, suatu plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah
tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polisterin dicampur dengan
seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polisterin kehilangan sifat
jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu (Sulchan&Endang, 2007)
D. Mikroba
Perombak Plastik
Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik
sangat sulit dirombak secara alamiah. Akhir - akhir ini sudah mulai diproduksi
plastik yang mudah terurai. Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri
polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan - bahan tersebut bersifat
inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers
terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat
serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat.
Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs)
dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang
berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam kon-sentrasi rendah (Anwariansyah.
2009).
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak
plastik, yaitu terdiri bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya
dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba
yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan
menggunakan sumber C dari plasticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Cladosporium sp.,Fusarium sp.,
Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces
cerevisiae, serta bakteri Pseudo-monas
aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes
Streptomyces rubrireticuli.
Untuk dapat
merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui
muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau
pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik
bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam
lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat
sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan
plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang
(Anwariansyah. 2009).
Mikroorganisme Pseudomonas aeuruginosa

Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class :Gamma Proteobacteria
Order :Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species :Pseudomonas aeruginosa
(Wikipedia.org/wiki/pseudomonas)
Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon yang membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara
bakteri Pseudomonas sp. dengan
senyawa hidrokarbon. Kemampuan
bakteri Pseudomonas sp. dalam mende-gradasi hidro-karbon dan dalam
menghasilkan biosurfaktan menun-jukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp.
berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat
pencemaran hidrokarbon (Angga. 2009).
Genus pseudomonas terdiri dari sejumlah kuman batang gram
negatif yang tidak meragi karbohidrat, hidup aerob di tanah dan di air.
Dalam habitat alam tersebar luas dan memegang peranan penting dalam pembusukan
zat organik. Bergerak dengan flagel polar, satu atau lebih. Beberapa
diantaranya adalah fakultatif khemoliotrof, dapat memakai H2 atau CO sebagai
sumber karbon katalase positif (Boel,
Trelia, 2004).
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm. Bakteri ini
terlihat sebagai bakteri tunggal, berpa-sangan, dan terkadang membentuk rantai
yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini
bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi
tetapi dapat meng-oksidasi glukosa/ karbohidrat lain, tidak berspora, tidak
mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada
kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan
akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu optimum untuk
pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42o C. P. aeruginosa mudah
tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat
sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertum-buhannya
digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen) (Boel,
Trelia, 2004).
E. Proses Bioremediasi pada Pseudomonas
aeruginosa
Menurut
para ilmuwan bahan plastik yang tertimbun di dalam tanah membutuhkan waktu ribuan
tahun baru bisa diuraikan sepenuhnya oleh bakteri. Namun hal itu tidak lagi
akan menjadi masalah, karena sudah ditemukan cara agar proses penguraian
plastik oleh bakteri bisa dipercepat.

Proses
bioremediasi
Sampah plastik
akan hancur dalam waktu yang luar biasa singkat
hanya tiga bulan berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah tertentu
dibanding perkiraan ilmuwan sekitar 200 hingga 1000 tahun. Ini bukan sulap,
tapi merupakan pekerjaan makhluk sangat kecil bernama bakteri Pseudomonas
aeuruginosa (Anwariansyah. 2009).
Katalisator adalah
zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi.
Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat
karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu enzim. (S, Amelia,
2010). Oleh karena itu, untuk mempercepat proses penguraian sampah plastik oleh
bakteri pseudomonas ini diperlukan enzim. Enzim laccase adalah enzim yang
mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenolik seperti dan paradiphenols
orto. Enzim laccase secara luas didistribusikan pada tumbuhan tingkat
tinggi dan jamur, seperti golongan Ascomycetes dan Deuteromycetes
juga telah di-temukan di serangga dan bakteri. Selain itu enzim laccase juga
dapat diperoleh dari screening pada jamur yang dapat diperoleh dari tanaman seperti
kubis, lobak, bit, apel, asparagus, kentang, pir, dan berbagai sayuran lainnya.
(Gaara, 2011).
F.
Optimalisasi
Kondisi Dalam Bioremediasi
Keberhasilan
proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian
mikro-organisme yang berpotensi meng-hasilkan enzim pendegradasi hidro-karbon,
perlu dioptimalkan akti-vitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan
suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diper-hatikan faktor-faktor
lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan, temperatur, oksigen, dan nutrient
yang tersedia.
Proses
bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman
tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi
sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang
dari 30:1, dan ketersediaan oksigen. Biore-mediasi didefinisikan sebagai proses
penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi
terkendali. Penguraian senyawa kontaminan ini umumnya melibatkan mikroorga-nisme
(khamir, fungi, dan bakteri). Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan
biodegradasi adalah dengan cara yang pertama menggunakan mikroba indigenous
(bioremediasi instrinsik), kedua memodifikasi lingkungan dengan penambahan
nutrisi dan aerasi (biostimulasi), dan yang ketiga penambahan mikroorganisme
(bioaugmentasi).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bioteknologi memberikan solusi baru dalam lingkungan
yang disebut dengan bioremesiasi. Bioremediasi menggunakan mikroorganisme dalam
membantu mendegradasi limbah plastik dan Styrofoam. Plastik dan Styrofoam
merupakan hasil produk pabrik yang paling sering digunakan, karena itu jumlah
produk ini menjadi sangat banyak. Namun kelemahan dari produk ini adalah sulit
dan lama waktu terurainya, dan kedua produk ini dapat mencemari lingkungan.
Oleh karena itu, peran bioremediasi disini adalah membantu mengurai limbah ini
adalah menggunakan mikroorganisme yang produk hasilnya juga ramah lingkungan. Teknik yang digunakan adalah dengan
menambahkan bakteri tersebut dalam campuran tanah, air dan ragi. Pada proses
ini ditambahkan dengan enzim Laccase yang digunakan untuk mempercepat reaksi
bioremediasi tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Aguskrisnoblog.
2012/ Peran Pekembangan Mikrobiologi Modern terhadap Masalah Penumpukan Sampah di Kota Besar. http://
aguskrisnoblog.wordpress.com/
Carilina
R. Bioremediasi. Jurnal Kimia
Universitas Negeri Medan.
Ratnaningsih,
desi. 2012. Peran bioteknologi dalam bioremediasi limbah plastic dan
Styrofoam. http://desi-ratnaningsih. Blogspot. Com/Siregar,
Amelia. 2010.
Enzim dan Peranannya.
http://www.chemistry .org/
Talitha R. Studi
Potensial Isolat Kepang Wonorejo Surabaya dam Mendegradasi
Polimer
Bioplastik Poly Hydroxy Butyrate (PHB). Jurnal Biologi
Fakultas
MIPA Institut Teknologi Sepuluh
November (ITS) Surabaya.
Anonymous. 2012.
Peranan bakteri pseudomonas sp bakteri. http:// kartikamedia.blogspot.com/ tangggal akses 20 Maret 2015 pukul 19.00
Komentar