SEJARAH
INDRAMAYU
“BABAD
DERMAYU”
Indramayu adalah sebuah kota
kabupaten yang terletak di utara pulau jawa, sehingga sering kali disebut
wilayah pantura. Indramayu pula dikenal dengan nama Kota Mangga, karena buah
mangga asal Indramayu terkenal nikmat sebab buah mangga asal Indramayu tidak
banyak mengandung air seperti buah mangga di daerah lain. Mangga yang terkenal
dari Indramayu diantaranya ada manga harummanis, mangga cengkirk, mangga gedong
gincu, mangga golek, mangga gajah dan mangga simanalagi. Indramayu pula
terkenal dengan hasil lautnya yang melimpah, berbagai hasil laut dijual dan
dilelang di tempat yang dari dulu sudah tersedia yang disebut dengan nama
Tempat Pelelangan Ikan atau biasa disebut masyarakat itu TPI. Banyak berbagai
ikan laut yang dijual ataupun dilelang di beberapa TPI di Indramayu seperti di
TPI Brondong, TPI Karangsong, TPI Glayem, TPI Dadap dan masih banyak lagi.
Selain hasil lautnya yang melimpah, Indramayu juga terkenal dengan hasil
pertaniannya seperti palawija dan kebutuhan pangan seperti beras. Indramayu
disebut-sebut sebagai salah satu lumbung padi di daerah Jawa Barat. Selain
hasil yang melimpah di bidang pertanian serta kelautannya, Indramayu juga
dikenal dengan pertambangannya, seperti hasil minyak buni yang melimpah, seperti
yang ada saat ini adalah kilang minyak terbesar se-ASEAN yang terletak di
Kecamatan Balongan dengan Pertamina UP VI Balongannya. Dan masih banyak lagi
beberapa hal yang menarik di Indramayu.
Selain hasil buminya, Indramayu
pula dikenal dengan tempat-tempat sejarahnya atau yang biasa masyarakat
menyebutnya tempat keramat. Banayak tempat-tempat sejarah di Indramayu yang
sudah terkenal hingga ke luar kota bahkan menarik hati beberapa peneliti dari
luar negeri untuk memecahkan sejarah berdirinya Indramayu. Beberapa tempat
bersejarah di Indramayu antara lain seperti Makam Salawe, Makam Raden Aria
Wiralodra, Museum Peninggalan Babad Dermayu bahkan hingga tempat ghaib yang
penuh mistis seperti Kerajaan Jin Pulo Mas Indramayu terkenal hingga luar kota
bahkan luar pulau jawa.
Demikian tentang profil Indramayu
yang dapat saya jabarkan dan akan di kisahkan pula tentang Babad Dermayu
sebagai cikal bakal asal usulnya Kota Indramayu yang saya dapat dari beberapa
sumber seperti Buku Babad Dermayu,
Buku Sejarah Indramayu susnan mantan
bupati Indramayu H.A Dasuki (1977), Buku Dwitunggal
Pendiri Dharma Ayu Nagari tulisan Sutadji K.S (2003), serta berdasarkan
tulisan pernyataan dari H. Masroni Mantan Kuwu Kalensari Kecamatan Widasari
Indramayu sebagai Bhakti Nagari Dermayu yang saya baca dari Perpustakaan
Kabupaten Indramayu. Serta beberapa sumber dari luar Indramayu yaitu dari
Caruban (Cirebon) seperti Buku Sejarah
Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayatullah karya
P.S Sulendraningrat (1990) dan Buku Kerajaan
Cirebon 1479-1809 karya Unang Sunardjo (1983).
Indramayu yang sebelumnya bernama
Dermayu, Dharma Ayu Nagari, atau Praja Cimanuk tak pernah lepas dari sosok
Ksatria Raden Aria Wiralodra dan Sosok yang cantik serta sakti Nyi Endang
Dharma Ayu. Banyak tokoh yang memaparkan tentang sejarah Dharma Ayu Nagari ini
seperti yang saya dapatkan antara lain versi H.A Dasuki, versi Sutadji,
pernyataan H. Masroni, cerita Supali dan beberapa sumber dari Cirebon. Dan ada
beberapa pendapat lain seperti pendapat dari Muhammad N. Hata mahasiswa Sastra,
Fisiologi Universitas Indonesia yang juga adalah tetangga desa saya.
Aria Wiralodra adalah seorang Putra
Adipati Bagelen Dalem Singalodra. Keluarga dari Sang Adipati beragama Islam
serta memihak Demak setelah memisahkan diri dari Majapahit. Setelah Aria
berumur 17 tahun dia menjalani pendidikan kesatriaan seperti ilmu tatanegara,
keprajuritan, termasuk juga ilmu kanuragan, bela diri serta bela Negara yang
memang sudah menjadi kewajiban seorang putra Adipati. Sedangkan ilmu agama
islam telah ditanamkan lebih awal yaitu pada usia 7 tahun. Aria memilih
Padepokan Gunung Sumbing untuk berkhalwat dan disini pula tempat dimana
dimakamkannya leluhur Aria yakni pendiri Bagelen Nagari, Ki Betara. Setelah
dirasa kekuatannya telah mumpuni yaitu memiliki kemampuan batin dan kesaktian,
Aria mohon pamit untuk pulang ke Bagelen dan dia mendapatkan tiga buah senajata
Pusaka Gunung Sumbing dari
Wiku
Padepokan yaitu berupa Cakra Udaksana
Kiai Tambu, serta dua buah keris yang bernama Keris
Gagak Handaka dan Keris Gagak Pernala buataan Empu Warih dari Kerajaan
Kediri abad ke-12 M, yang kini disimpan di Museum Kabupaten Indramayu.

Setelah berada di Bagelen, Aria
beristirahat untuk memulihkan tubuhnya. Tak genap satu bulan Aria meminta izin
pergi ke Demak untuk menghadap dan menerima tugas dari Sultan Demak Raden
Fatah. Setelah bertemu dengan Raden Fatah, Aria pun mendapat tugas mulia yaitu
untuk membuka Pelabuhan Cimanuk dan menjadi penguasa disana dibawah kekuasaan
Padjajaran. Sultan meminta Aria agar pergi sendirian dan tidak membawa
prajurit, kemudian Sultan pun berpesan agar tidak boleh seorangpun tahu
mengenai tugas ini, kecuali Sultan Caruban (Cirebon) Syarif Hidayatullah yang akan
dikabari oleh Sultan Fatah. Setelah mendapat tugas tersebut, Aria pergi
mengembara untuk mencari Sungai Cimanuk dengan ditemani oleh seorang Pengiring
bernama Ki Tinggil. Yang digambarkan dalam Serat Babad Dermayu.
Lebih dari setahun lamanya Aria dan
Ki Tinggil merambah hutan belukar akhirnya menjumpai tepi sungai yang sangat
lebar. Aria penasaran dengan sungai ini. Tak jauh dari tempat mereka
beristirahat tepatnya dibalik semak-semak muncul seorang kakek tua dan Aria pun
bertanya apa nama sungai ini. Kakek tua mengaakan bahwa ini adalah Sungai
Citarum Wilayah Karawang. Dan kakek itu menyarankan untuk kembali kea rah timur
dengan mengambil jalan pesisir utara karena Sungai Cimanuk telah jauh
terlewati. Setelah berkata begitu kakek itu pun menghilang dari pandangan Aria.
Setelah mendapatkan berita itu Aria
pun bersama Ki Tinggil segera bergegas melanjutkan perjalanannya membelah hutan
belukar melalui pesisir utara. Dua bulan telah berlalu, mereka pun kelelahan
yang kemudian mereka menjumpai sumber air dan mereka pun beristirahat disini.
Mereka pun terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di suatu tempat yang
diperkirakan pernah di buka oleh orang, karena banyak bekas sisa tebangan pohon
oleh kapak. Aria dan Ki Tinggil pun merasa senang karena berharap beremu dengan
seseorang. Tak selang berapa lama mereka bertemu dengan seorang peladang dan
peladang itu bertanya dari mana asal kalian. Lalu Aria pun mengenalkan diri
pada peladang tersebut bahwa dia bernama Aria Wiralodra dan pengawalnya bernama
Ki Tinggil yang berasal dari Bagelen. Lalu peladang itu pun balik bertanya
lagi, apa kalian ada hubungannya dengan Tumenggung Wirakusuma dari Banyu’urip.
Lalu Aria menjawabnya itu adalah kakak kakekku. Kemudian peladang itu pun
menyahutinya dengan memanggil adikku (karena Aria itu saudara misannya), dan
dia mengenalkan diri yang bernama Wirasetro. Kemudian Aria dan Ki Tinggil di
ajak ke pondoknya yang kemudian di jamu dengan berbagai jamuan yang mewah.
Setelahnya makan mereka berbincang-bincang mengenai perjalanan dari Bagelen
hingga bias sampai disini. Aria pun menceritakan apa yang menjadi tujuannya
hingga sampai di tempat Wirasetro. Wirasetro pun mengatakan memberitahu Arya
bahwa tempat ini bernama Pegaden (Sekarang Subang). Wirasetro meminta agar Aria
Wiralodra dan Ki Tinggil untuk tingga bersama Wirasetro di Pegaden dalam waktu
yang lama, tetapi dengan halus Aria menolakknya karena dia harus segera mencari
dimana keberadaan Sungai Cimanuk. Aria pun berjanji suatu saat jika apa yang ia
cari sudah ketemu akan kembali untuk bersilaturahmi kepada Wirasetro di
Pegaden.
Aria dan Ki Tinggil pun kembali
melanjutkan perjalanannya untuk mencari Sunga Cimanuk. Tiba di suatu tempat
mereka menemukan kembali sungai yang amat lebar dan mereka menduga ini adalah
Sungai Cimanuk dan mereka berharap bertemu dengan seseorang. Tetapi mereka
kecewa setelah beberapa hari bahkan
hingga berbulan-bulan perjalanan tidak bertemu dengan seorang pun. Setelah
terus berjalan mereka pun menjumpai sebuah tempat dimana ada tanda-tanda bahwa
tempat itu dihuni oleh seseorang karena banyak lading yang ditanami beberapa
tanaman. Lalu mereka mengikuti jalan setapak hingga menjumpai sebuah wisma di
tepi sungai yang dikelilingi oleh banyak bunga, di dekatnya tampak pemilik dari
wisma itu yang sedang menganyam bubu penangkap ikan. Orangmya tua tetapi
tubuhnya tegap dan berotot. Aria Wiralodra meminta izin untuk berkunjung dan
singgah sementara di tempat itu, tetapi orang tua itu tidak menjawab sepatah
katapun. Berulang kali Aria menyapanya tetapi tak mendapatkan tanggapan. Tak
selang berapa lama orang tua itu malah membentak dengan panggilan yang kurang
sopan. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah Ki Tani Malihwarni. Walau di bentak
Aria teteap menanggapinya dengan sopan santun, tetapi Ki Tani tetap membalasnya
dengan bentakan. Tak selang berapa lama terjadi perang tanding antara Aria
Wiralodra dengan Ki Tani. Dalam pertarungan tersebut tubuh Ki Tani terhempas ke
udara dan tiba-tiba menghilang tanpa jejak, Aria pun heran melihatnya
selanjutnya di ikuti dengan hilangnya kebun ladang Ki Tani.
Tiba-tiba terdengar suara yang mengatakan
bahwa ia adalah Buyut Sidum, Buyut Sidum adalah pengasuh dari Prabu Siliwangi
dari Padjajaran. Setelah mengundurkan diri Buyut Sidum mengembara ke
Tarumanegara. Buyut Sidum ternyata teman dari Kakeknya Aria Wiralodra, beliau
manganggap bahwa Aria adalah cucunya sendiri sehingga dia akan selalu menolong
Aria. Aria mendapat petunjuk dari Buyut Sidum bahwa sungai yang sekarang
disinggahi adalah Sungai Pamanukan tepatnya
di Dusun Cipunegara. Beliau mengatakan teruslah berjalan ke arah timur hingga
menemukan Kidang Mas (Kijang Mas) kemudian ikuti saja kemana Kidang Mas itu
pergi hingga tiba di tepi sungai dan disitulah Sungai Cimanuk berada. Aria dan
Ki Tinggil mengikuti saran dari Buyut Sidum, kemudian terus berjalan. Selama
tiga hari perjalanan mereka tiba di suatu tempat yang jarang sekali pepohonan,
sambil menatap sepanjang jalan mereka manantik datangnya Kijang Mas. Tiba-tiba
muncul sesuatu yang sangat mengagetkan, bukannya Kijang Mas yang muncul tetapi
sosok Harimau Belang yang muncul atau biasa disebut macan Lodaya. Secara cepat
harimau itu langsung menerkam Aria. Terjadi pertarungan antara Aria dan harimau
itu, namun Aria berhasil menendang harimau itu hingga terpental disemak
belukar, Ki Tinggil yang dari tadi sudah siap langsung mngejar harimau itu,
tetapi yang muncul dari semak bukanlah harimau melainkan seekor ular besar. Ki
Tinggil dengan tongkat kayunya secara gesit langsung mengoyak ular itu hingga
terpental masuk ke dalam sungai besar. Aria sedikit curiga dengan keberadaan
sungai itu, lalau Aria segera mengeluarkan Cakra Udaksana dan menghempaskannya
ke dalam sungai itu dan ternyata sungai itu lenyap seketika.

Aria Wiralodra dan Ki Tinggil
segera menebang pepohonan dan mendirikan pondok serta beberapa petak lading
untuk bercocok tanam. Dirasa proses pembangunan yang dilakukan Aria dan Ki
Tinggil mengganggu ketenangan para makhluk halus penghuni sungai, para
merkayangan (makhluk halus) pun terusik dan terjadi cekcok pertarungan dengan
Aria serta Ki Tinggil. Pertarungan itu diketahui oleh penguasa laut selatan Nyi
Mas Dewi Ratu Kidul yang segera mengutus utusannya agar melaporkan kegaduhan
itu pada Raja Pulo Mas yaitu Raja Werdinata. Werdina langsung datang
menghampiri Aria Wiralodra, dan pertarungan seketika berhenti. Werdinata
malahan meminta maaf pada Aria atas para anak buahnya yang sudah menyerang
Aria. Aria dengan bijak memaafkannya. Tanpa di sangka Werdinata ingin
bersaudaraan dengan Aria Wiralodra, tetapi Aria tidak bias karena Werdinata
bukan agama islam dan dari makhluk selain manusia. Tanpa diduga Werdinata
meminta agar dirinya di islamkan oleh Aria Wralodra, kemudian Aria Wiralodra
pun menyanggupinya. Segera Werdinata dan seluruh pengikutnya mengikuti anjuran
dari Aria untuk mengucap Syahadat. Kemudian Raja Werdinata dan pengikutnya pun
hidup rukun dengan Aria serta Ki Tinggil.
Setelah beberapa lama pedukuhan pun
terselesaikan dan mulai berdatangan para pendatang yang ingin hidup di areal
Praja Cimanuk. Tak selang berapa bulan saja penduduk Praja Cimanuk telah
mancapai 500 jiwa, dikarenakan lading tempat bercocoki tanam di tempat itu
sangat subur. Aria Wiralodra mengangkat Ki Tinggil sebagai Lurah di Praja
Cimanuk. Selang beberapa hari, Aria Wiralodra datang pada Galuh Nagari
(Kerajaan Rajagaluh) untuk mendapat pengakuan bahwa telah berdiri pedukuhan di
daerah sungai Cimanuk yang dibukanya bernama Praja Cimanuk. Setelah melaporkan
pada Galuh Nagari, Aria Wralodra pun diangkat menjadi Adipati Praja Cimanuk
oleh Raja Galuh Nagari Hyang Prabu Cakraningrat, yang dimana Galuh Nagari
merupakan Daerah Kekuasaan Padjajaran wilayah timur.
Tak lama Aria Wiralodra pamit pada
Ki Tinggil untuk pergi ke Demak untuk memberi laporan bahwa telah adanya Praja
Cimanuk yang dipimpinnya yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Bagelen. Ki
Tinggil di pesani oleh Aria Wiralodra jika ada orang yang ingin tinggal di
Praja Cimanuk maka diperbolehkan dengan senang hati. Dan jika penduduk praja
Cimanuk telah lebih dari 500 jiwa Ki Tinggil langsung diangkat oleh Aria Wiralodra
untuk menjadi Demang dan disuruhnya agar mengangkat beberapa orang untuk
menjadi Lurah.
Tak lama setelah perginya Aria
Wiralodra untuk ke Demak dan Begelen, datang tiga orang yeng terdiri dari satu
wanita cantik dan sepasang suami istri. Mereka memperkenalkan diri pada Ki
Tinggil yaitu wanita cantik itu diketahui bernama Endang Dharma dan pengasuhnya
bernama Ki Tana dan Ni Tani. Mereka meminta izin pada Ki Tinggil untuk
diizinkan tinggal di Praja Cimanuk dan hidup dengan warga lainnya. Ending
Dharma pun tinggal di Praja Cimanuk, dia membuka ladar yang hasilnya sangat
menggiurkan serta melimpah hasilnya. Para warga pun banyak yang meminta saran
dan ilmu bercocok tanam pada Endang Dharma agar hasilnya bisa melimpah. Diluar
dugaan Endang Dharma juga seorang guru silat, banyak warga yang minta diajarin
silat kepadanya. Ki Tinggil pun merasa senang karena silat itu bagian dari bela
Negara. Oleh karena itu perguruan silat Nyi Endang Dharma mendapat dukungan
penuh dari Pemerintahan Ki Tinggil.
Suatu hari tanpa diduga merapat
sebuah kapal besar di Dermaga Sungai Cimanuk yang diketahui kapal itu berasal
dari Kerajaan Palembang. Ki Tinggil yang mndapat laporan itu langsung menuju
lokasi dengan didampingi beberapa pasukan lengkap dengan senjatanya. Diketahui
di dalam kapal itu ada seorang Pangeran yang bernama Pangeran Guru Arya Dila.
Terjadi pertemuan singkat antara Pangeran Guru dan Ki Tinggil di dalam kapal.
Tak berapam lama, Ki Tinggil pun keluar dari kapal dengan mengisyaratkan arag
para petinggi sera beberapa pasukan untuk berkumpul di rumah Ki Tinggil. Beliau
memberitahukan bahwa yang didalam kapal itu adalah Pangeran Guru Arya Dila anak
dari Raja Majapahit yang merupakan Prabu (Raja) dari Kerajaan Palembang. Mereka
datang ke Praja Cimanuk bertujuan untuk menangkap Endang Dharma, karena
mendapatkan info dari beberapa orang suruhannya bahwa menjumpai sosok wanita
yang ilmu silatnya mirip dengan Endang Dharma. Ending Dharma di buru karena
tuduhan mengajarkan ilmu silat untuk para walli dan para rakyat biasa.
Diketahui bahwa Nyi Endang Dharma memiliki keunggulan silat nomor satu dan dia
seorang muslimah yang taat pada agama islam pula. Keesokan harinya Pangeran
Guru telah siap denga 24 prajurit terpilihnya untu menangkap Endang Dharma, dan
pertempuran antara Endang Dharma dengan Pangeran Guru tak dapat dihindari. Ki
Tinggil menyaksikannya sembari mengawasi jalannya pertempuran itu. Satu per
satu prajurut Pangeran Guru tumbang dan tewas hingga tersisa Pangeran Guru. Esok
harinya pertarungan dilanjutkan duel antara Endang Dharma versus Pangeran Guru,
tak
disangka
Pangeran Guru begitu mudah dikalahkan oleh Endang Dharma. Kemudian Ki Tinggil
bersama para warga memakamkan jasad Pangeran Guru serta 24 Prajuritnya di
wilayah desa Sindang yang sekarang terkenal dengan nama Makam Pangeran Salawe
atau Makam Salawe.

Setelah kejadian itu, Ki Tinggil di
angkat menjadi Demang karena penduduk telah bertambah. Ki Tinggil pun akan
pergi ke Bagelen untuk melaporkan seluruh kejadian pada Aria Wiralodra.
Diketahui Aria WIralodra meninggalkan Praja Cimanuk menuju Demak dan Bagelen
adalah Tahun 1517 Masehi. Aria
Wiralodra lama berada di Bagelen karena terjadi pemberontakan lima kadipaten
terhadap kepemimpinan Demak, sehingga Aria beserta para saudaranya bertugas
untuk meredam pemberontakan itu. Pada saat itu Tahun 1522 Masehi, Aria Wiralodra akan kembali ke Praja Cimanuk
tiba-tiba Ki Tinggil datang memberi laporan apa yang telah terjadi di Praja
Cimanuk. Setelah Ki Tinggil melaporkan yang terjadi pada Aria Wiralodra serta
Gusti Sepuh Singalodra (Ayah Wiralodra). Singalodra pun meminta agar Aria
Wiralodra untuk menangkap Endang Dharma dan membawanya ke Sultan Demak.
Kemudian Aria Wiralodra dan Ki Tinggil bergegas menuju Praja Cimanuk dengan ditemani
dua saudara Aria bernama Raden Tanujaya dan Raden Tanujiwa.
Setibanya kembali di Praja Cimanuk,
Ki Tinggil segera memanggil Endang Dharma untuk menghadap ke Aria Wralodra. Endang
Dharma menyetujuinya, Endang Dharma dandan dengan pakaian yang terbagus hingga
terlihat sangat cantik. Ketika, Endang Dharma tiba di Wisma Agung segera dia
mengahadap Aria Wiralodra, dia pun memberi salam dan tidak berani menatap Aria
karena baginya Aria sangat tampan serta gagah. Begitu pula Aria yang terpaku
menatap Endang Dharma yang amat cantik serta anggun. Kemudian Endang Dharma
menceritakan pada Aria perihal yang terjadi dengan pertempuran dengan Pangeran
Guru tersebut. Aria Wiralodra tidak menyalahkan siapapun. Aria pun mengatakan
kepada Endang Dharma untuk bersedia bertarung melawan kedua saudaranya. Dengan
halus dan santun Endang Dharma menolaknya, tetapi Aria tetap memintanya untuk
bertarung.
Perang tanding yang pertama antara
Endang Dharma melawan Raden Tanujaya yang mana pertandingan itu dilakukan di
Gelanggang Praja Cimanuk. Pertarungan pertama dimenangkan oleh Endang Dharma.
Dan pertarungan kedua dilanjutkan dengan Endang Dharma melawan Raden Tanujiwa.
Lagi-lagi pertarungan dimenangkan oleh Endang Dharma. Dan akhirnya Aria
Wiralodra yang turun melawan Endang Dharma esok hari. Keesokannya semua warga
berkumpul di alun-alun untuk menyaksikan pertandingan antara Aria Wiralodra
dengan Endang Dharma.
Setelah berada di tengah alun-alun
dimulailah pertarungan antara keduanya. Pertandingan pun sangat sengit hingga
keduanya mengeluarkan pusaka yang masing-masing miliki. Ending Dharma mengajak
Aria untuk adu kecepatan lari. Keduanya
pun lenyap dari pandangan orang-orang sekitarnya. Tiba di suatu tempat yang
bernama Ujungjaya, Endang Dharma berhenti dan berbincang denga Aria yang
kemudian keduanya menunaikan Shalat dahulu. Kemudian Endang Dharma pergi kea
rah selatan tampa meningalkan jejak sedikitpun yang kemudian diikuti oleh Aria.
Tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang bernama Bukit Pasir Maung. Kemudia
keduanya pindah lagi ke pohon jambu yang sekarang disebut Desa Tarung Jambu.
Kemudian Endang Dharma pergi ke bukit batu yang terlindung yang sekarang
bernama Desa Nyalindung.
Keduanya saling memperkenalkan
dirinya masing-masing. Lalu tanpa disangka Aria Wiralodra melamar Endang Dharma
dan menginginkan Endang Dharma menjadi istrinya. Lalu Endang Dharma menerimanya
sepenuh hati karena keduanya saling mencintai. Diketahui mereka menikah di
Pegaden tepatnya di tempat Raden Wirasetro, mereka menikah secara islam.
Pada Tahun 1525 Masehi setelah pernikahan Aria Wiralodra dan Endang
Dharma, sang Adipati menjadikan tempat SUnan Gunung Jati pernah berdakwah pada Tahun 1471 Masehi yaitu Bungko, menjadi
pusat pengembangan agama islam di wilayah timur Sungai Cimanuk. Banyak
pembangunan masjid-masjid dan beberapa pesantren serta madrasah pesat dibangun,
khususnya di daerah baru wilayah barat Sungai Cimanuk.
Raden Aria Wiralodra mengganti nama
Praja Cimanuk dengan nama Dharma Ayu Nagari, karena kagum dengan kecantikan
istrinya serta perjuangan istrinya untuk Nagari ini.



Banyak misteri keberadaan Nyi
Endang Dharma atau Nyi Mas Gandasari yang belum terungkap, karena sumbernya
sangat minim sekali.


![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
![]() |
||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
Daftar
Pustaka
Dasuki, H.A. 1977. Sejarah Indramayu. Bandung: Kemendikdub Jabar
Sutadji, K.S. 2003. Dwitunggal Pendiri Dharna Ayu Nagari. Bandung:
Kemendikbud
Jabar
Sulendraningrat, P.S. 1990. Sejarah Caruban dan Silsilah Sunan Gunung jati
Maulana Syarif Hidayatullah.
-: -
Sunadjo, Unang. 1983. Kerajaan Caruban 1479-1809. -: -
Sumber Perpustakaan dan Arsip kabupaten Indramayu.
Lontar Babad Dermayu
Wawancara Bapak Supali, M.Pd
Pernyataan H. Masroni Mantan Kuwu Kalensari
Kecamatan Widasari Indramayu
Komentar