Filsafat Pengetahuan Sains
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait,
baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Pada perkembangannya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan
pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu
yang satu dengan yang lainnya. Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena
akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu
memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai
moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis,
epistemologis maupun aksiologi.
Menyadari pentingnya peran dari filsafat ilmu dalam
konteks pengetahuan sains maka makalah ini menyebutkan beberapa hal
tentang bagaiaman proses fenomena tersebut terjadi, bagaimana hukum atau
teori yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu
sains itu (ontologi, epistimologi dan aksiologi sains), bagaimana cara sains
menyelesaikan masalah, dan apa sajakah manfaat sains dalam kehidupan manusia.
Hal tersebut akan dibahas lebih luas dan mendalam dalam makalah ini.
- A. ONTOLOGI SAINS
- 1. Pengertian Ontologi
1. Menurut bahasa,
Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos =
ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah,
Ontology adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).
3. Menurut Suriasumantri (1985),
Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut,
dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
- 2. Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata
Latin scire yang berarti mengetahui. Karena itu, science dapat diartikan
“situasi” atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang
merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science
mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis
yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan
untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji. Dengan
demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang
sistematis yang berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya,
lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi lain
tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia
fisik”.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat
empiris, baik berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi
maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains yang
paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan
produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik
terhadap benda-benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil
eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan
terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran
behaviorisme klasik lainnya.
- 3. Stuktur Sains
Dalam garis besar sains dibagi menjadi dua; yaitu
sains kealaman dan sains sosial, yang menjelaskan struktur sains dalam bentuk
nama-nama ilmu.
a. Sains Kealaman
– Astronomi;
– Fisika ; mekanika, bunyi, cahaya, dan optic, fisika, nuklir;
– Kimia ; kimia organik, kimia teknik;
– Ilmu bumi ; paleontology, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogy, geografi;
– Ilmu hayat ; biofisika, botani, zoology;
– Astronomi;
– Fisika ; mekanika, bunyi, cahaya, dan optic, fisika, nuklir;
– Kimia ; kimia organik, kimia teknik;
– Ilmu bumi ; paleontology, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogy, geografi;
– Ilmu hayat ; biofisika, botani, zoology;
b. Sains Sosial
– Sosiologi ; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi
pendidikan;
– Antropologi ; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi
politik;
– Psikologi ; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
– Ekonomi ; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
– Politik ; politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional;
– Sosiologi ; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi
pendidikan;
– Antropologi ; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi
politik;
– Psikologi ; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
– Ekonomi ; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
– Politik ; politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional;
c. Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu
:
– Seni ; seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
– Hukum ; hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
– Filsafat ; logika, etika, estetika;
– Bahasa ; sastra;
– Agama ; Islam, Kristen, Confucius;
– Sejarah ; sejarah Indonesia, sejarah dunia;
– Seni ; seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
– Hukum ; hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
– Filsafat ; logika, etika, estetika;
– Bahasa ; sastra;
– Agama ; Islam, Kristen, Confucius;
– Sejarah ; sejarah Indonesia, sejarah dunia;
- B. EPISTEMOLOGI SAINS
- 1. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan
yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan
adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi atau teori
pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Dwi
Hamlyn, History of Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148).
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas
pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya
suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa?
Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi / Filsafat pengetahuan. 2010). Dalam
Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan
(science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan
batas-batas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas
batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan
yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari
pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri,
tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping membahas tentang
manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan eksistensi
manusia.
- 2. Epistemologi Sains
Epistemologi Sain adalah pengetahuan sistematik
mengenai pengetahuan. Epistemologi Sains merupakan salah satu cabang filsafat
yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang
diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya
dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
3. Metode-metode untuk Memperoleh Ilmu
Pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang
mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke,
bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan
akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku
catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh
sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan
ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama
dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat
penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini
berarti semua pengetahuan kita betapa pun rumitnya dapat dilacak kembali sampai
kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan
sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau
tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau
setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan
terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman,
melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi
pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan
terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika
kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat
uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya
sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu
seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila
berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar
hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal
memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang
diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam
intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk
pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian
data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di
samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar
dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan
demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman
intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati
nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.
Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa
pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari
pengetahuan yang nisbi, yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh
analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah
apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi,
yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan
sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat
menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti
kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan
bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu
seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.
f. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan
yang benar dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara
teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset.
Metode Riset menghasilkan model-model penelitian. Model-model penelitian inilah
yang menjadi instansi terakhir dan memang operasional dalam membuat aturan
(untuk mengatur manusia dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang
sekarang serupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang.
- C. AKSIOLOGI SAINS
- 1. Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa
Yunani, axios, yang berarti nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat
banyak pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S. Suriasumantri
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi
adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar
normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
- 2. Peranan Aksiologi Sains Dalam Membentuk Pola Pikir atau Sikap Keilmuan
Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163), aksiologi
terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini
melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan,
bidang ini melahirkan keindahan.
3. Socio-political life, yaitu kehidupan sosial
politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan
antara aksiologi dan ilmu. Dari definisi aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa
permasalahan utama aksiologi adalah nilai.. Francis Bacon menilai bahwa
aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu
mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi
alam.
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi
ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat
eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat pengontrol.
Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat
menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan antar peristiwa,
sebab-sebabnya dan gejala-gejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya. Ilmu
sebagai alat memprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara
pendekatan-pendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu
peristiwa/kejadian/keadaan. Ilmu sebagai alat pengontrol, ia dapat
menghindari atau mengurangi akibat-akibat atau akan datangnya suatu
peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains
seharusnya mampu membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti suatu
pepatah yang lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya
diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari
akan eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa
kurang. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti
mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau pemikiran
yang cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telah ditemukannya. Karena
manfaat ilmu sesungguhnya terasakan jika ada banyak orang dapat
mengapresiasikan dan menerima ilmu sebagai suatu kebaikan kolektif atau untuk
kepentingan orang banyak sehingga akan kembali kebaikan tersebut kepada
diri orang yang menemukannya.
Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka
kehancuran akan lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah
sebenarnya hakikat aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT
semata-mata bukanlah untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan
memelihara, seperti tercermin dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman,
Rahim, Fatah, Alim dan seterusnya agar segenap ciptaannya dapat memiliki hidup
dan kehidupan yang penuh berkah. Kebaikan akan abadi dan tetap dikenang sebagai
suatu kebaikan walaupun jasad sudah dikandung tanah.
- 3. Implementasi Aksiologi Sains dalam hidup dan kehidupan
Karena dalam penjelasan sebelumnya bahwa aksiologi
sains dapat membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan.
Sehingga untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus
dilakukan yang antara lain:
- Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri beserta sifat-sifatnya.
- Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya.
- Mengetahui dan memahami awal/bermulanya suatu kehidupan dan berakhirnya tiap-tiap makhluk memiliki masanya/waktunya sendiri. Dan tiap suatu perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing.
Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam
penerapannya adalah pertanggungjawaban, yang secara jelas sekali dari makna
aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang
sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni
semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.
Kesimpulan
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi adalah merupakan
cabang-cabang dan dasar-dasar utama daripada Filsafat Ilmu, oleh karena itu
maka setiap berbicara tentang Filsafat Ilmu pastilah salah satunya membicarakan
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Demikian juga, setiap jenis pengetahuan
selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Kalau
kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikaitkan dengan
ontologi dan aksiologi ilmu. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi
ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi
ilmu dan seterusnya. Secara jelas, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas
sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas dimensi kajian filsafat
ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan.
REFERENSI
- Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
- Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
- Ensiklopedia Britannica, dalam Wikipedia
- Dll.
Komentar