MAKALAH PENGARUH PENGGUNAAN AJITEIN DAN IMBANGAN JERAMI FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH
MAKALAH
PENGARUH PENGGUNAAN AJITEIN DAN IMBANGAN JERAMI FERMENTASI TERHADAP
PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH
Diajukan guna
memenuhi tugas mandiri
Mata Kuliah
Fisiologi Hewan
Dosen Pengampu:
Yuyun Maryuningsih, S.Si, M.Pd.
![]() |
Disusun oleh:
AENUL FAHMI KHALIK
(14121610738)
Biologi C/ VI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul PENGARUH PENGGUNAAN AJITEIN DAN IMBANGAN JERAMI
FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan.
Saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Cirebon, April 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia pada
dasarnya bertujuan meningkatkan produksi susu dalam negeri untuk mengantisipasi
tingginya permintaan susu. Hal tersebut memberikan peluang bagi peternak,
terutama peternakan sapi perah rakyat untuk lebih meningkatkan produksi,
sehingga ketergantungan akan susu impor dapat dikurangi. Konsekuensi logis dari
keadaan tersebut, perlu ditunjang oleh perkembangan peternakan sapi perah agar
eksis dalam penyediaan produksi susu dan dapat terjaga kelangsungan hidupnya.
Usaha ternak sapi perah adalah usaha yang mempunyai
sifat maju, yang secara selektif menggunakan masukan teknologi sehingga secara
proporsional mampu meningkatkan produksi akan tetapi dalam praktek peternak
tidak sepenuhnya memahami penggunaan teknologi tersebut. Pemeliharaan sapi
perah pada peternak rakyat masih menggunakan teknologi yang bersifat sederhana
dalam pemeliharaan sapi perah, dimana pengetahuan pemeliharaan sapi perah
peternak masih didapat secara turun temurun, dan merupakan usaha sambilan.
Setiap usaha mengharapkan keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan
faktor-faktor produksi yang dimiliki peternak.
Rendahnya tingkat kualitas dan produktivitas ternak
tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan
petani yang mencakup aspek produksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pasca
panen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit.
Pengetahuan petani mengenai aspek tataniaga masih harus ditingkatkan sehingga
keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Keuntungan tersebut
dapat terjadi jika peternak memiliki manajemen yang baik meningkatkan skala
usaha, meningkatakan frekuensi pemerahan, memberikan pakan yang cukup dan
berkualitas. Peternak harus menekan biaya produksi sehingga dapat keuntungan
yang lebih maksimal di dalam usaha ternak.
Salah satu cara untuk meningkatkan
produksi susu sapi perah yaitu dengan pemberian pakan yang memiliki kualitas
dan kuantitas yang baik, yaitu pakan yang mengandung nutrien yang dibutuhkan
oleh ternak dan ketersediaannya terus berkesinambungan. Pakan sapi perah yang
utama terdiri dari hijauan dan konsentrat, hijauan merupakan sumber serat kasar
namun mengandung protein yang rendah, sedangkan konsentrat berfungsi sebagai
pakan penguat untuk memenuhi kekurangan nutrien dari pakan hijauan.
Ajitein merupakan hasil
pengeringan FML dengan maksud agar mudah transportasi dan penggunaannya dalam
industri pakan ternak. Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang mampu
memanfaatkan nitrogen baik yang berasal dari protein maupun NPN (non protein
nitrogen), dengan demikian kandungan protein kasar yang tinggi dari Ajitein
diharapkan mempunyai kontribusi dalam meningkatkan protein sapi perah yang saat
ini menjadi kendala dalam peningkatan produksi susu sapi perah. Dan
pengembangan tekonologi bioproses aerobik
merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih, terutama untuk pakan asal
limbah pertanian dalam bentuk jerami.
Jerami adalah bagian tanaman yang utuh setelah bagian buahnya dipanen. Pada
umumnya kandungan nutrien jerami
relatif rendah, nutrien yang dominan adalah karbohidrat structural seperti
lignoselulose dan lignohemiselulose yang sulit dicerna. Mikroba yang digunakan
pada bioproses ini terdiri atas campuran jamur, ragi dan bakteri baik secara
sendiri maupun secara konsorsium yang mampu mendegradasi komponen serat.
Pakan
sangat penting untuk diperhatikan, karena pakan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertambahan bobot badan sapi. Pakan diperlukan untuk hidup pokok, pertumbuhan,
reproduksi, dan produksi daging. Zat gizi utama yang dibutuhkan sapi potong
adalah protein dan energy. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi
seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang
dan laktasi.
Masa menyusui atau masa
laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi susu setelah beranak (partus). Pada permulaan laktasi, bobot
badan akan mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat makanan yang
dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami
kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya
rendah. Oleh karena itu pemberian ransum
terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik
kembali. Hal inilah yang kemudian menarik untuk dikaji mengenai bagaimana
proses pemberian pakan pada sapi menyusui atau masa laktasi, oleh karena itu
penulis berusaha untuk memberikan pemahaman tentang pertanyaan tersebut dalam makalah ini.
II.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Ajitein dan kandungan nutrisi di
dalamnya?
2.
Apakah Jerami Fermentasi dan kandungan nutrisi
di dalamnya?
3.
Apa yang
dimaksud periode menyusui atau masa laktasi?
4.
Apa pengaruh
pemberian pakan berupa Ajitein
terhadap produksi susu pada sapi perah?
5.
Apa pengaruh
pemberian pakan berupa Imbangan Jerami
Fermentasi terhadap produksi susu pada sapi perah?
III.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui kandungan nutrisi yang terdapat pada Ajitein.
2.
Untuk
mengetahui kandungan nutrisi yang terdapat pada Jerami Fermentasi.
3.
Untuk mengetahui
pengertian periode menyusui atau masa laktasi sapi perah.
4.
Untuk
mengetahui pengaruh pemberian pakan berupa Ajitein
terhadap produksi susu pada sapi perah.
5.
Untuk
mengetahui pengaruh pemberian pakan berupa Imbangan
Jerami Fermentasi terhadap produksi susu pada sapi perah.
IV.
Manfaat
Dari pembahasan makalah ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh dari tingkat pemberian Ajitein dan Jerami Fermentasi dalam pakan sapi terhadap produksi susu pada sapi
perah.
BAB II
ISI
I.
Ajitein
dan Kandungannya
Ajitein merupakan hasil
pengeringan FML dengan maksud agar mudah transportasi dan penggunaannya dalam
industri pakan ternak. Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang mampu
memanfaatkan nitrogen baik yang berasal dari protein maupun NPN (non protein
nitrogen), dengan demikian kandungan protein kasar yang tinggi dari Ajitein
diharapkan mempunyai kontribusi dalam meningkatkan protein sapi perah yang saat
ini menjadi kendala dalam peningkatan produksi susu sapi perah (Anonim: 2012).
FML (Fermented Mother Liquor) merupakan co-product dari proses produksi MSG
PT. Ajinomoto Indonesia yang berbentuk cairan. FML merupakan suatu bahan yang
mengandung Protein dan senyawa asam-asam amino bebas yang cukup tinggi.
Pemberian FML pada ransum dapat meningkatkan laju pertumbuhan mikrobia rumen,
sehingga akan meningkatkan kecernaan serat ransum dan pasokan asam amino yang
dibutuhkan. Namun, kekurangan dari FML adalah bentuknya yang cair, hal ini
dapat mengakibatkan terhambatnya proses transportasi (Anonim: 2012).
II. Jerami Fermentasi dan Kandungannya
Upaya menanggulangi permasalahan penyediaan pakan
hijauan, khususnya pada musim kemarai diperlukan berbagai strategi dalam
penyediaannya. Salah satunya dengan pendekatan teknologi guna sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat peternak, antara lain dengan teknologi pengolahan dan
penyimpanan (Tanuwiria: -).
Pengembangan
tekonologi bioproses aerobik
merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih, terutama untuk pakan asal
limbah pertanian dalam bentuk jerami.
Jerami adalah bagian tanaman yang utuh setelah bagian buahnya dipanen. Pada
umumnya kandungan nutrien jerami
relatif rendah, nutrien yang dominan adalah karbohidrat structural seperti
lignoselulose dan lignohemiselulose yang sulit dicerna. Mikroba yang digunakan
pada bioproses ini terdiri atas campuran jamur, ragi dan bakteri baik secara
sendiri maupun secara konsorsium yang mampu mendegradasi komponen serat (Tanuwiria: -).
Aspergillus
iryzae, Rhizopus oligosporus dan Trichoderma viridae merupakan
jenis-jenis kapang atau mikroba yang membentuk miselium. Jenis mikroba tersebut telah dimanfaatkan dalam
fermentasi limbah pertanian yaitu jerami.
Salah satunya jenis Trichoderma viridae
mempunyai kemampuan meningkatkan protein pada bahan pakan. Perubahan nilai gizi
pada produk fermentasi baik secara kuantitatif dan kualitatif meningkat lebih
baik dibandingkan dengan produk tanpa fermentasi (Tanuwiria: -).
III. Periode
Menyusui atau Masa Laktasi
Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang
berproduksi susu setelah beranak (partus).
Produksi air susu secara alami akan mengalami peningkatan di awal periode
laktasi, kemudian menurun seiring dengan pertambahan waktu di masa laktasi. Pada permulaan
laktasi, bobot badan akan mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat
makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami
kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya
rendah. Oleh karena itu pemberian ransum
terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik
kembali (Siregar: 1993).
Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai
mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai puncak produksi, produksi
susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5% perminggu. Lama diperah atau lama laktasi yang paling
ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan (Siregar: 1993).
Produksi susu sapi perlaktasi akan meningkat terus sampai dengan
periode laktasi yang ke-4 atau pada umur
6 tahun, apabila sapi itu pada umur 2 tahun sudah melahirkan (laktasi pertama)
dan setelah itu terjadi penurunan produksi susu. Selama laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi
harus selalu dijaga dengan baik.
Pencegahan terhadap berbagai penyakit terutama mastitis harus
benar-benar mendapat perhatian khusus.
Diduga 70% dari sapi yang dipelihara di Indonesia menderita penyakit
mastitis yang dapat menurunkan produksi susu sekitar 15-20% (Siregar: 1993).
Masa laktasi normal sapi yang tiap
tahunnya dikawinkan dan mengandung adalah selama sekitar 44 minggu atau 305
hari. Perkawinan yang lebih lambat dalam
periode laktasi akan memungkinkan periode laktasi lebih panjang. Selain itu dikatakan bahwa umur sapi adalah
suatu faktor yang mempengaruhi produksi air susu. Pada umumnya, produksi pada laktasi pertama
adalah terendah dan akan meningkat pada periode-periode laktasi
berikutnya. Namun faktor-faktor lain
seperti makanan, kesehatan, frekuensi pemerahan, dapat lebih berpengaruh
terhadap produksi air susu dibandingkan faktor umur sapi (Tilman: 1991).
Lama laktasi induk sapi umumnya bergantung pada keefisienan reproduksi
ternak sapi tersebut. Ternak sapi yang
terlambat menjadi bunting menyebabkan calving interval diperpanjang sehingga
lama laktasi menjadi panjang karena induk sapi akan terus diperah selama belum
terjadi kebuntingan (Hadisutanto: 2008).
Produksi susu
induk sapi periode laktasi sangatlah bervariasi. Hal ini disebabkan oleh
perubahan keadaan lingkungan yang umumnya bersifat temporer seperti perubahan
manajemen terutama pakan, iklim dan kesehatan sapi. Kondisi iklim di lokasi
induk sapi dipelihara sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan produksi susu.
Suhu lingkungan yang ideal bagi ternak sapi adalah 15,5ºC karena pada kondisi
suhu tersebut pencapaian produksi susu dapat optimal (Hadisutanto: 2008). Berat dan
kapasitas ambing mencapai puncak pada waktu sapi berumur 6 tahun. Kenaikan kemampuan menampung cairan berbeda
pada tiap-tiap laktasi pertama dan kedua (Jasper: 1980). Periode laktasi dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
·
Laktasi awal
(14-100 hari)
·
Laktasi pertengahan
(100 sampai 200 hari)
·
Laktasi akhir
(200-305 hari)
IV. Pengaruh
Pemberian Pakan Berupa Ajitein Terhadap
Produksi Susu pada Sapi Perah
Ajitein merupakan hasil
pengeringan FML dengan maksud agar mudah transportasi dan penggunaannya dalam
industri pakan ternak. Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang mampu
memanfaatkan nitrogen baik yang berasal dari protein maupun NPN (non protein
nitrogen), dengan demikian kandungan protein kasar yang tinggi dari Ajitein
diharapkan mempunyai kontribusi dalam meningkatkan protein sapi perah yang saat
ini menjadi kendala dalam peningkatan produksi susu sapi perah (Anonim: 2012).
FML (Fermented Mother Liquor) merupakan co-product dari proses produksi MSG
PT. Ajinomoto Indonesia yang berbentuk cairan. FML merupakan suatu bahan yang
mengandung Protein dan senyawa asam-asam amino bebas yang cukup tinggi. Pemberian
FML pada ransum dapat meningkatkan laju pertumbuhan mikrobia rumen, sehingga
akan meningkatkan kecernaan serat ransum dan pasokan asam amino yang
dibutuhkan. Namun, kekurangan dari FML adalah bentuknya yang cair, hal ini
dapat mengakibatkan terhambatnya proses transportasi (Anonim: 2012).
Dalam
industri peternakan, efektifitas dalam menekan biaya produksi terutama dari komponen
pakan akan sangat menentukan keberhasilan suatu usaha. Salah satu nutrient
vital yang harus ada dalam pakan ternak adalah protein. Protein merupakan gabungan
asam-asam amino melalui ikatan peptida, protein dibentuk dari 22 jenis macam asam
amino, tetapi dari ke 22 jenis asam amino tersebut yang berfungsi sebagaipenyusun
utama protein hanya 20 macam (Anonim:
2012).
Ajitein adalah Fermented Mother Liquor
(FML) yang telah
dikeringkan dan mengandung kadar
protein dan asam
amino tinggi. Ajitein dapat
digunakan sebagai bahan
pakan alternatif pengganti tepung
ikan dan bungkil kedelai. Fermented Mother Liquor
(FML) adalah bahan
pakan yang dapat dikategorikan sebagai protein
sel tunggal (PST)
dan merupakan hasil samping
dari aktifitas fermentasi molasses cair
(liquid) yang mengandung
Monosodium Glutamat (MSG). Sapi perah merupakan ternak ruminansia yang
mampu memanfaatkan nitrogen baik
yang berasal dari protein maupun Non
Protein Nitrogen (NPN). Oleh karena
itu, penelitian ini dikerjakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ajitein dalam
pakan terhadap produksi
dan kualitas susu
sapi perah (Sunu: -).
Dengan pemberian pakan berupa ajitein pada sapi perah
selain berpengaruh pada produksi susu juga berpengaruh pada kualitas susu yang
dihasilkan, karena nutrien yang terkandung pada susu merupakan gambaran dari
pakan yang dikonsumsi ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas susu
sapi bukan hanya dari faktor pakan saja, tetapi banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti: jenis ternak dan keturunannya, tingkat laktasi, umur
ternak, infeksi atau peradangan pada ambing, lingkungan serta prosedur
pemerahan susu.
Pada setiap tingkat laktasi, produksi dan komposisi
susu akan mengalami perubahan. Pada umumnya produksi susu berbanding terbalik
dengan kualitasnya, artinya semakin tinggi produksi dipuncak laktasi umumnya
kualitas semakin rendah dibandingkan saat sapi mendekati masa kering yang
produksinya mulai turun. Namun demikian kisaran kualitas susu tidak berbeda
jauh seperti yang direkomendasikan SNI (1998), yaitu syarat mutu susu pada suhu
27,5°C adalan BJ minimal 1,028 g/l, kandungan lemak susu minimal 3.0% dan SNF
minimal 8.0% sehingga TS minimal 11.0% (Sunu: -).
Hal ini disebabkan konsumsi
hijauan yang merupakan sumber
serat kasar yang menghasilkan asam
asetat yang merupakan
prekursor untuk sintesa
lemak susu sehingga dapat meningkatkan kandungan lemak
susu. Selain itu, kontribusi protein
juga berperan karena memiliki kandungan
senyawa asamasam amino
bebas yang cukup
tinggi dan dapat meningkatkan
laju pertumbuhan mikroba
rumen sehingga akan meningkatkan kecernaan
serat kasar dan pasokan
asam amino yang
dibutuhkan oleh ternak (Sunu: -). Sesuai dengan
pendapat Basya (1983)
yang menyatakanbahwa asam
asetat yang terbentuk
dalam rumen terutama
adalah hasil fermentasi
serat kasar. Oleh
karena itu, pemberian ransum
yang mengandung serat kasar
tinggi akan menyebabkan kenaikan pada lemak susu.
Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada jurnal
ilmiah tersebut disimpulkan bahwa dengan penggunaan ajitein sampai 6% secara
isoprotein dalam konsentrat tidak memberikan pengaruh terhadap produktifitas
susu sapi perah. Namun, penggunaan ajitein dapat menurunkan harga pakan untuk
memproduksi per kg susu, jadi dengan penggunaan ajitein sebagai bahan pakan pada
sapi perah dapat menghemat biaya pengeluaran peternak untuk menyediakan bahan
pakan sapi perah dari sebelumnya.
V. Pengaruh
Pemberian Pakan Berupa Fermentasi Jerami Terhadap Produksi Susu pada Sapi Perah
Upaya menanggulangi permasalahan penyediaan pakan hijauan,
khususnya pada musim kemarai diperlukan berbagai strategi dalam penyediaannya.
Salah satunya dengan pendekatan teknologi guna sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat peternak, antara lain dengan teknologi pengolahan dan penyimpanan
(Tanuwiria: -).
Pengembangan
tekonologi bioproses aerobik
merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih, terutama untuk pakan asal
limbah pertanian dalam bentuk jerami.
Jerami adalah bagian tanaman yang utuh setelah bagian buahnya dipanen. Pada
umumnya kandungan nutrien jerami
relatif rendah, nutrien yang dominan adalah karbohidrat structural seperti
lignoselulose dan lignohemiselulose yang sulit dicerna. Mikroba yang digunakan
pada bioproses ini terdiri atas campuran jamur, ragi dan bakteri baik secara
sendiri maupun secara konsorsium yang mampu mendegradasi komponen serat (Tanuwiria: -).
Aspergillus
iryzae, Rhizopus oligosporus dan Trichoderma viridae merupakan
jenis-jenis kapang atau mikroba yang membentuk miselium. Jenis mikroba tersebut telah dimanfaatkan dalam fermentasi
limbah pertanian yaitu jerami. Salah
satunya jenis Trichoderma viridae
mempunyai kemampuan meningkatkan protein pada bahan pakan. Perubahan nilai gizi
pada produk fermentasi baik secara kuantitatif dan kualitatif meningkat lebih
baik dibandingkan dengan produk tanpa fermentasi (Tanuwiria: -).
Fraksi serat esensial dalam memelihara fungi rumen dan
kadar lemak normal pada sapi laktasi. Jika ransum yang diberikan 50% butiran,
maka akan banyak asam yang diproduksi dari fermentas karbohidrat non-struktural,
dan ini akan sangat berdampak pada menurunnya kadar pH pada cairan rumen,
kecernaan serat dan kadar lemak susu, dan mungkin konsumsi ransum menjadi
menurun.
Kandungan serat dalam ransum sapi berbanding terbalik
dengan kandungan energo netonya. Jumlah minimun serat untuk mendukung kualitas
dan kuantitas ransum yang tepat adalah penting untuk ransum sapi perah guna
mendapat pasokan bahan kering dan energi yang maksimun. Kecukupan pasokan serat
bermanfaat bagi pemeliharaan fermentasi rumen yang normal, memperbaiki kadar
lemak susu, dan mencegah kekacauan metabolisme.
Menurunnya karbohidrat non struktural dalam ransum
yang dikonsumsi berdampak pada meningkatnya presentase lemak dan menurunnya
presentase protein dan produksi susu sapi tetapi tidak berpengaruh terhadap
produksi susu yang terkoreksi lemak. Selanjutnya dinyatakan bahwa sapi yang
berproduksi 40 kg/hari harus diberi ransum yang mengandung karbohidrat non serat
di atas 30%.
Penelitian yang tertera pada jurnal ilmiah tersebut
dilakukan terhadap 12 ekor sapi perah Fries Holstein (FH). Ransum yang
diberikan berupa campuran jerami padi hasil fermentasi dan konsentrat yang
terdiri dari campuran dedak padi, polar, tepung tongkol jagung, bungkil kelapa,
ampas kecap dan mineral. Jerami padi fermentasi diperoleh melalui bioproses
dengan memanfaatkan aktifitas mikroba (Aspergilus
oryzae, Rhizopus oligosporus dan Trichoderma
viridae) pada kondisi aerob selama 21 hari (Tanuwiria: -).
Penelitian tersebut dilakukan dua tahap, tahap pertama
menguji fermentabilitas dan kecernaan bahan kering serta bahan organik ransum in vitro. Ransum perlakuan adalah
sebagai berikut:
R1 = 60% jerami padi fermentasi + 40% konsentrat
R2 = 65% jerami padi fermentasi + 35% konsentrat
R3 = 70% jerami padi fermentasi + 30% konsentrat
Ransum perlakuan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
sapi perah berbeobot 450 kg, produksi susu 15 liter/ hari dan kadar lemak susu
4%. Ransum tersebut mengandung protein kasar 10.3% dan TDN 64%. Tahap kedua
adalah menguji ransum pada sapi perah laktasi, dengan tiga perlakuan dan empat
kelompok sebagai ulangan. Pengelompokan didasarkan pada produksi susu harian,
yaitu kelompok 1 (7.0 – 8.25 kg/hari), kelompok 2 (8.26 – 9.00 kg/hari),
kelompok 3 (9.01 – 10.25 kg/hari) dan kelompok 4 (10.26 – 13.00 kg/hari).
Penelitian tersebut dilakukan selama 7 minggu, yaitu tiga minggu pertama masa
adaptasi dan empat minggu berikutnya masa pengmabilan data (Tanuwiria: -).
Dari hasil pengumpulan data pada penelitian tersebut
secara umum ransum perlakuan menghasilkan NH3 yang berada pada
kisaran normal untuk pertumbuhan mikroba rumen. Hal ini didasarkan poada
produksi NH3 dari ketiga ransum perlakuan berkisar 5.96 – 7.38 mM/L.
Kebutuhan NH3 minimun bagi aktivitas mikroba rumen adalah 3.57 –
7.15 nM/L. Dengan demikian ketiga jenis ransum perlakuan layak duberikan kepada
sapi tanpa mengganggu aktivitas mikroba rumen.
Bahan kering ransum yang dikonsumsi oleh sapi ternyata
dipengaruhi oleh rasio jermai padi fermentasi dengan konsentrat. Konsumsi bahan
kering ransum R3 nyata lebih tinggi daripada R1 dan R2. Adanya peningkatan
konsumsi bahan kering pada ransum R3 memberikan indikasi bahwa secara umum
jerami padi fermentasi memiliki palatabilitas yang cukup tinggi (Tanuwiria: -).
Produksi susu merupakan hasil akhir dari serangkaian
proses fisiologi pada hewan yang kompleks dan berulang sehingga terjadi banyak
macam interaksi yang berperan dalam menentukan produksi susu. Interaksi yang
mempengaruhi produksi susu diantaranya hereditas dan lingkunmga, produksi susu
lenih banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan daripada sifat genetik. Faktor
lingkungan seperti makanan berpengaruh paling besar terhadap produksi susu.
Jumlah pemberian pakan serat dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi
dan kualitas susu (Tanuwiria:
-).
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang dilakukan pada
penelitian-penelitian pada pengaruh pakan terhadap produksisi susu pada sapi
perah, dapat disimpulkan beberapa aspek inti dalam bahasan tersebut,
diantaranya yaitu:
- Ajitein merupakan hasil pengeringan FML (Fermented Mother Liquor) dengan maksud agar mudah transportasi dan penggunaannya dalam industri pakan ternak.
- Pengembangan tekonologi bioproses aerobik merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih, terutama untuk pakan asal limbah pertanian dalam bentuk jerami. Jerami adalah bagian tanaman yang utuh setelah bagian buahnya dipanen. Pada umumnya kandungan nutrien jerami relatif rendah, nutrien yang dominan adalah karbohidrat structural seperti lignoselulose dan lignohemiselulose yang sulit dicerna. Mikroba yang digunakan pada bioproses ini terdiri atas campuran jamur, ragi dan bakteri baik secara sendiri maupun secara konsorsium yang mampu mendegradasi komponen serat.
- Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi susu setelah beranak (partus). Produksi air susu secara alami akan mengalami peningkatan di awal periode laktasi, kemudian menurun seiring dengan pertambahan waktu di masa laktasi.
- Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada jurnal ilmiah tersebut disimpulkan bahwa dengan penggunaan ajitein sampai 6% secara isoprotein dalam konsentrat tidak memberikan pengaruh terhadap produktifitas susu sapi perah. Namun, penggunaan ajitein dapat menurunkan harga pakan untuk memproduksi per kg susu, jadi dengan penggunaan ajitein sebagai bahan pakan pada sapi perah dapat menghemat biaya pengeluaran peternak untuk menyediakan bahan pakan sapi perah dari sebelumnya.
- Sapi perah yang diberi ransum imbangan jerami fermentasi 70% dan konsentrat 30% sama dengan yang memakai imbangan jerami fermentasi 60% dan konsentrat 40%, hal ini tercermin dari tidak adanya perbedaan antar perlakuan dalam hal konsumsi bahan kering ransum, produksi susu, kualitas susu (kadar bahan kering, lemak, protein dan laktosa) dan efisiensi ransum. Dengan demikian jerami padi hasil bioproses dapat digunakan sampai 70% dalam ransum sapi perah tanpa mengganggu produksi susu.
- Produksi susu merupakan hasil akhir dari serangkaian proses fisiologi pada hewan yang kompleks dan berulang sehingga terjadi banyak macam interaksi yang berperan dalam menentukan produksi susu. Interaksi yang mempengaruhi produksi susu diantaranya hereditas dan lingkunmga, produksi susu lenih banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan daripada sifat genetik.
- Faktor lingkungan seperti makanan berpengaruh paling besar terhadap produksi susu. Jumlah pemberian pakan serat dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi dan kualitas susu.
DAFTAR PUSTAKA
WIB.
tanggal
11 April 2015 Pukul 16.00 WIB.
Hadisutanto, B.
2008. Pengaruh Paritas Induk terhadap Performans Sapi Perah Fries
Holland,
Bandung.
Jasper, D.E. 1980. Mastitis
In Bovine Medicane and Surgery.Ed. H.E., Amstutz Amer.
Vet.Publ. Inc., Santa
Barbara, California, USA.
Siregar, S.B. 1993. Sapi
Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha. P.T Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sunu, K. P. W.
Hartutik, Hermanto. Pengaruh Penggunaan
Ajitein Dalam Pakan Terhadap
Produksi dan Kualitas Susu Sapi
Perah. Malang: Univ.
Brawijaya.
Tanuwiria, U
Hidayat. Yuliati A. Tawaf R. Pengaruh
Imbangan Jerami Padi Fermentasi dan
Konsentrat Dalam Ransum
Terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro
Serta Permorfamns Produksi pada
Sapi Perah Laktasi. Bandung:
Univ.
Padjadjaran.
Tillman,. A.D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekoedjo. 1991. Ilmu Makanan
Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Komentar